Sudah sering kita mendengar bahwa pria dan wanita adalah dua mahluk yang berbeda dalam banyak hal, termasuk dalam seksualitasnya. Ian Kerner, seorang konselor seksual dan penulis buku best seller versi New York Times serta pemilik website Goodinbed.com memberikan metafora menarik tentang perbedaan tersebut.
“Ketika tiba dalam membandingkan seksualitas pria dan wanita, maka pria itu seperti tombol lampu – tinggal pencet langsung “on” dan mereka langsung siap. Sedangkan wanita lebih seperti setrika – hubungkan kabelnya ke listrik dan tunggu hingga panas.”
Ada satu lagi metafora darinya: Pria itu seperti microwaves – pencet saja tombolnya dan langsung menyala – sedangkan wanita seperti ceret air yang butuh dipanaskan di atas kompor baru akhirnya mendidih.
Diluar semua metafora tadi, memang seksualitas pria dan wanita berbeda, hal ini bisa dijelaskan sebagai berikut:
- Sisi evolusi, pria memiliki tendensi untuk menyebarkan benih tanpa pandang bulu, sementara wanita memiliki kecenderungan untuk menumbuhkan atau mengelolanya.
- Secara psikologis, di dalam setiap pria ada anak laki-laki kecil yang merasa tidak aman dan butuh penerimaan seksual.
- Neurochemically, jika otak pria dipengaruhi testosterone maka otak wanita dikendalikan oleh hormone estrogen.
- Prilaku, pria merespon isyarat sederhana seperti stimulasi visual sementara wanita merespon isyarat emosional yang lebih kompleks.
Itu adalah seksualitas secara fisik, dimana manusia dipengaruhi oleh situasi, hormone dan juga psikisnya. Namun seksualitas harus dipahami secara utuh, yaitu sisi pandang alkitabiah mengingat Tuhanlah inisiator dari seks dan keintiman itu sendiri. Dalam buku “Tranformasi Kehidupan Seksual” yang diterbitkan oleh LK3 Institut Konseling bersama YADA Institute, ada beberapa poin seksualitas yang patut kita cermati:
Pertama, seksualitas kita adalah anugrah atau pemberian Tuhan dan hal tersebut adalah sesuatu yang baik dan indah.
Kedua, Tuhan menciptakan seks untuk menyatukan pria dan wanita menjadi satu daging dimana keduanya mengalami keintiman. Hal ini menuntut totalitas kehidupan antara suami dan istri.
Ketiga, seksualitas bagi suami istri adalah sarana untuk lebih mengenal satu sama lain yang membawa keduanya kepada keintiman yang lebih dalam. Sebuah perkawinan menuntut pertautan pikiran, hati, perasaan dan tubuh yang berlangsung secara intim dan menakjubkan yang menenggelamkan keduanya dalam suatu klimaks yang akan membawa suatu kelegaan tanpa dinodai oleh rasa bersalah.
Keempat, hubungan seksual lebih dari sekedar hubungan fisik; ini adalah symbol dari satu relasi spiritual dan ekspresi dari kesatuan yang utuh dari dua orang yang menikah. Jadi hubungan fisik tersebut adalah komfirmasi dari kesatuan yang menyeluruh.
Kelima, Relasi seksual adalah satu tindakan yang normal dan menjadi bagian dari kesatuan yang sejati dalam pernikahan. Namun pernikahan bukan semata hubungan fisik, tetapi adalah sebuah wadah untuk berbagi segala hal.
Jadi, sekalipun seksualitas pria dan wanita berbeda, sebenarnya keduanya saling melengkapi. Maka, perbedaan itu bukanlah sesuatu yang buruk, namun malah memperindah sebuah hubungan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar