“Saya tahu sesuatu yang buruk terjadi. Saya merasakan ada sesuatu dorongan yang kuat yang melingkupi saya, untuk berdoa bagi nyawa Jeremy,” demikian Terri Arnetts membuka kesaksian mengenai pekerjaan Tuhan dalam hidup anaknya, Jeremy DeShazo.
“Saya menyalakan radio saya dan langsung saya dengar seorang penelepon berbicara, ‘apa yang terjadi di jalan 1-20?’ dan Dj-nya merespon, sebuah bus dari gereja metro yang sedang menuju tempat camp di Louisiana State University mengalami kecelakaan”
“Saya berteriak, Tuhan jangan..jangan!! Jangan Jeremy-ku!!”
Anak Terry Arnetts yang berusia 17 tahun, Jeremy, ada di dalam bus tersebut, meluncur di interstate dan menabrak dua pilar beton dan hancur.
“Saya tahu ia sudah meninggal, tapi tidak tahu dari mana, apa yang saya doakan buat Jeremy selama dua tahun terakhir ini seperti keluar, seperti keluar dari Roh saya, Mazmur 91:11: ‘Tuhan memberikan malaikat-malaikat-Nya berjaga atas kami’. Dan saat saya berkata seperti itu, saya tahu Jeremy tidak akan mati”
Jeremy telah terlempar sejauh 4,5 meter dari bus ke pilar beton tanpa ampun. Tubuh yang tidak bernyawa itu terbakar dalam sebuah kolam beracun yang berisi asam baterai dan bahan bakar diesel.
Paramedik pertama-tama menilainya terlalu sukar untuk diselamatkan, tetapi seorang youth pastor mulai berdoa untuk Jeremy di tempat kejadian dan meyakinkan paramedik untuk memberikan Jeremy kesempatan.
“Mereka berkata, ‘kami tidak percaya ia masih hidup. Kami pikir ia sudah mati. Mereka katakan, ia tidak mungkin masih bisa hidup sampai ke helikopter, ia sudah lama mati,”
Jeremy diselamatkan ke Rumah Sakit Mother Francis di Tyler, Texas, Amerika Serikat. Jantungnya berhenti tiga kali di perjalanan.
“Kami ada 3 tahap aktivasi dan ia dalam posisi yang paling tinggi dari aktivasi, kodenya 88. Seluruh tim yang menangani trauma mulai diposisikan. Kondisinya sangat kritis saat ia masuk ke sini. Ia mengalami luka bakar tingkat 3 di sebagian besar tubuhnya,” ungkap Luiz Fernandez, kepala dokter bagian trauma RS Mother Francis yang menangani Jeremy ketika itu.
“Dan di atas hal tersebut, ia juga mengalami patah tulang yang serius. Patah tulang paha, patah berganda di tulang panggul, kakinya melintir dan kami pikir itu tidak bisa diperbaiki.”
“Ia mengalami beberapa luka di tulang tengkorak. Kami sangat-sangat mengkhawatirkannya. Jangan beberapa jam ke depan, kemampuannya untuk selamat di beberapa menit ke depan sangat mengkhawatirkan.”
“Saya hanya berdoa, dan saya pikir ini di luar kemampuan kami. Ini sungguh-sungguh jauh dari kemampuan kami,” kata Ignacio Acevedo, perawat ruang bedah RS Mother Francis
Terri dan Kevin, ayah tiri Jeremy, mencoba untuk menguatkan diri mereka sendiri atas apa yang mereka lihat ketika mereka tiba di rumah sakit.
“Semua mesin-mesin ini dihubungkan kepadanya. Saya melihatnya dan berpikir, ‘Tuhan apa yang terjadi pada anak saya?’
“Sebuah pemandangan yang mengerikan dan membuat kita susah bernafas melihatnya, ujar Kevin Arnetts.
“Dan terus menjadi lebih buruk lagi, dan saya terus berpikir, bagaimana itu menjadi lebih buruk, tapi itu yang terjadi. Dada Jeremy mulai membesar dan membesar, dan warna tubuhnya berubah menjadi biru keabu-abuan menakutkan,” kenang Terry.
Jeremy mengalami pendarahan di dalam. Ia langsung dibawa kembali ke dalam ruang operasi. Lalu Terri mengalami shock lagi yang lain. Ia diminta untuk mengidentifikasikan Jeremy yang ditemukan di tempat kejadian.
“Saya pikir, ini terlalu final, jangan..jangan suruh saya lakukan hal ini,”
Tapi di tengah realita kematian, anehnya Terri berkata bahwa ia mengalami realitas yang lain
“Saya tahu saya mulai setuju dengan segala hal yang saya lihat, semua yang saya rasa, semua yang saya dengar. Itu semuanya mengarah ke satu jalan, dan hal itu adalah menuju kematian. Dan saya pikir, tidak bisa saya biarkan setan mengambil anak saya karena saya mendedikasikannya kepada Tuhan”
“Dan saya akan berdiri di samping tempat tidurnya dan bernyanyi, dan tangisan akan turun ke pipi. Dan satu-satunya yang saya izinkan untuk didoakan atas Jeremy, hanyalah firman Tuhan, yang adalah otoritas tertinggi,”
Setelah dua minggu, Jeremy akhirnya stabil. Ia akan hidup, hanya dalam kondisi apa? Tulangnya patah, ada luka bakar di kulitnya dan beberapa organ tubuh rusak, termasuk otaknya.
Dokter mengatakan bahwa Jeremy tidak akan bisa normal kembali, tetapi ibunda Jeremy percaya akan laporan yang berbeda.
“Saya ingin anak yang sama yang pergi dengan bus tanggal 24 Juni 2002. Saya ingin anak yang sama kembali. Ia adalah milik saya, Firman Tuhan katakan saya bisa memilikinya”
Tetapi masih ada hari-hari yang gelap di depan. Tambalan kulit yang mengerikan, infeksi yang mengancam nyawa dan luka di otak yang tetap membuat Jeremy hidup, tapi menjadi seorang anak kecil. Namun Terri dan keluarganya menolak untuk menyerah dan orang-orang Kristen yang setia dimana-mana berdoa bersama mereka.
“Itu adalah doa semua umat Tuhan yang naik ke atas dan menguatkan kami sehingga kami dapat bertahan karena kami sungguh-sungguh memerlukan hal itu”
Dan Tuhan menjawab doa-doa tersebut, melawan semua fakta yang berlawanan, Jeremy meninggalkan RS Mother Francis 5 minggu setelah kecelakaan yang hampir mengambil hidupnya.
Ia masuk sebuah RS rehabilitasi selama 4 minggu sebelum masuk ke tempat favoritnya, rumahnya sendiri.
Dengan kasih dan kepedulian yang lembut dari keluarganya dan beberapa minggu terapi rawat jalan, dari kursi roda Jeremy menjadi kruk dan lalu dari kruk menjadi kaki yang kuat.
Di Januari 2003, 6 bulan setelah ia hampir diumumkan meninggal, Jeremy mulai masuk kuliah sebagai pemenang.
Sebuah kunjungan ke tempat sisa bus yang hancur mengingatkan Jeremy tentang berharganya hidup ini.
“Di situ, tempat duduk yang paling depan bagian dalam sebelah jendela,” tunjuk Jeremy kepada cbn.com
“Saya kehilangan beberapa teman disini, dan kehidupan tidak pernah sama lagi, kehidupan saya berubah secara drastis”
“Diukur dari manapun juga, Jeremy seharusnya mati di tempat kejadian, ia harusnya mati di dalam perjalanan menuju ke rumah sakit dan faktanya ia tidak mati. Itu bukan sesuatu yang bisa kita kendalikan,”
“Pengalaman itu mengubah seluruh kehidupan saya dan itu adalah sebuah mujizat yang sungguh-sungguh nyata”
“Saya hanya berkata kepada Tuhan, ‘Tuhan Engkau baik. Engkau sungguh setia kepada Firman-Mu bahwa anak saya ada di sini. Ia dipulihkan secara total. Membuat saya terpana, kasih Tuhan, dan bukti nyata yang ada dalam Jeremy,” ujar Terri menutup kesaksiannya.
Sumber Kesaksian:Jeremy DeShazo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar